Kejanggalan dalam Buku Koala Kumal #ulasan1
selasa, 10 februari 2015
Menuntut kesempurnaan sebuah buku dari kesalahan, bukanlah sikap yang dibenarkan. Karena celah kesalahan bisa datang dari berbagai faktor. Seperti salah ketik, ejaan keliru, tata bahasa, dan seterusnya. Sang editor atau penyunting naskah pun memiliki peranan penting. Sehingga, bisa saja ia tidak menemukan kesalahan-kesalahan kecil tersebut. Selain dari faktor ekternal atau catat produksi: terdapat halaman terbalik, tulisan kabur, atau ada bagian halaman tertentu yang hilang.
Jika kalian mengingat postingan di blog saya (Menimang.., red). Diceritakan kalau saya membeli dua buku Koala Kumal selama masa pre-order berlangsung. Salah satu bukunya milik Gita, adek sepupu saya. Apesnya, buku yang dia punya banyak catatnya. Mulai dari adanya lompatan halaman (acak), atau ada yang ngedouble, dan hilang. Hingga akhirnya saya mencoba menghubungi pihak distributor dan Gagas, untuk mengurus proses retur bukunya. Cuman, sampai detik ini email saya belum kunjung ada jawaban.
Oh iyah, mau tanya sekalian, kalau ada sahabat blogger yang tahu bagaimana prosedur ngeretur buku, saya minta tolong diberitahu melalalui kolom komentar di bawah ini. Karena selama membeli buku, satupun saya tidak pernah mendapatkan kasus seperti tadi. Jadi, saya benar-benar tidak punya pengalaman mengurus hal tersebut. Terima kasih sebelumnya.
Ok, tapi itulah bagian dari catat produksi, yang tidak semua buku bernasip sama. Artinya, kesalahan hanya pada proses pencetakannya. Tapi, sebagai salah satu pembaca, saya ingin mengulas ‘kejanggalan-kejanggalan’ yang ada dalam buku ini. langsung saja, saya mulai dari:
Baca sebelumnya: [Resensi Buku] Koala Kumal - Raditya Dika #1
Judul bab:
Menurut saya judul bab “Aku ketemu orang lain”, lebih sesuai dengan cerita yang ada di bab terakhirnya, yaitu Koala Kumal. Karena di sana disebutkan Dika sendirilah yang merasa ketemu dengan orang lain –padahal ia mantan pacarnya.
“Menulis buku ini telah mengantarkan gue kepada pertemuan
dengan dia pada saat ini. kami, berhadap-hadapan. Dua orang
yang dulu pernah pacaran, tetapi sekarang gue merasa justeru ber-
hadapan dengan orang asing, orang yang gue tidak kenal lagi.
Rasa yang gue dapatkan dengan berduaan bersamanya
Sekarang pun terasa berbeda.” (Hal. 244)
Klop. Mengingat ini buku dia. Jadi, kesan pertama ketika membaca judulnya, kita pasti sudah mengira orang yang dimaksud ‘aku’ adalah dia sendiri. Sedangkan fakta pada isi bab yang sebenarnya tidak demikian. Jadi, jika kalian akan mengira “Aku” di situ adalah Dika, nyatanya bukan.
‘Ada hal yang harus kamu tahu....’
‘Kamu kenapa, sih, nanti aku beneran deg-degan, loh,’ kata gue yang sekarang sudah terlanjur deg-degan.
‘Aku ketemu orang lain,’ kata pacar. (Hal. 230)
Judul bab inilah yang agak mengganjal dalam benak saya. Atau barangkali karena saya salah menduga endingnya atau seolah Dika yang bertemu dengan orang lain. Padahal pacarnya lah yang dimaksud di situ.
Perlu diketahui, cewek yang Dika maksud berbeda dengan cewek yang di bab “Aku ketemu orang lain”. Karena mantan yang di bab itu sudah menikah. Sedangkan dialog pertama tadi menyangkut cewek lain (mantan) yang pernah dibahas pada bab sebelumnya.
Bukannya Dika memanggil diri dengan sebutan “gue”, Cho, bukan “aku”?. Jadi wajar dong, kalau itu menunjukkan orang lain, bukan dia. Keduanya benar, tapi coba kita tengok bab pertama “Ada Jangwe di Kepalaku”. Di sana menggunakan sebutan “ku”. Padahal dalam dialognya dia menyebut diri seperti biasanya, yakni “gue”.
‘Panas! Panas’ seru gue, sambil mengusap-usap kepala
dengan panik. ‘Ada jangwe di kepala gue!’ (Hal. 23)
Ok, mungkin karena dikhususkan sebagai nama judul, jadi lebih dipilih “ku”, bukan “gue”. Dan judul “Aku ketemu orang lain” masih sah-sah saja. Siapa tahu itulah kejutan di balik bab ini.
Masih menyoal judul bab-babnya. Menurut saya judul bab dalam buku ini terlalu datar. Sehingga ketika pertama membaca judulnya, kita tidak begitu dibuat penasaran. Beda dengan buku sebelumnya, seperti: Sepotong Hati dalam Kardus Cokelat, Terlentang Melihat Bintang, Tarian Musim Kawin,Ledakan Paling Merdu, Pesan Moral dari Sepiring Makanan, dan seterusnya. Lebih cute dan lebih bikin penasaran, bukan?. Cuman, ada dua judul yang ngebuat saya penasaran –eh, ini faktor pribadi loh :D.
Pertama:
“Ada Jangwe di Kepakaku”. Saya tidak ngerti apa itu Jangwe?, *gedubrak. Dika pun (dalam cerita) awalnya tidak mengerti. Ternyata Jangwe sejenis petasan. Owalah, kalau di daerah saya, Sumenep, itu disebutnya “Sreng Dor” (Dor, karena setelah terbang, kemudian diikuti bunyi ledakan “Dor”).
“Petasan berbentu lonjong tersebut berukuran kecil,
hanya sebesar tiga buku jari. Ada sumbu pendek berwarna
hijau di ujung bawah dan di punggung petasan me-
nempel lidi yang dicat merah.” (Hal. 13)
Kedua:
akronim “LB” atau judul pada bab keenam. Setelah membacanya saya mulai mengerti, alasan kenapa Dika membuat judul tersebut menjadi singkatan dua huruf saja. Iyah, kalau diketahu dari awal, mungkin ceritanya tidak lagi seru dan bikin penasaran.
Salah ketik:
Nah, kesalahan selanjutnya karena salah ketik. Sebenarnya tidak ada kesalahan ketik (typo), bukan hal yang serius juga. Cuma dalam kasus ini mengakibatkan penafsiran yang berbeda.
Pertama:
ditemui dari dialog yang ada di bab “Balada Lelaki Tomboi”, obrolan yang mestinya empat mata antara Deska dan Dika, di sana tiba-tiba malah (seolah) Astra ikut bicara. Tak tanggung-tanggung, dua kali nama Astra disebut di tempat yang salah.
Klik untuk memperjelas. Berikut salinannya |
Deska bilang, ‘Aku mau putus.’.
‘Kenapa putus?’ tanya gue.
Astra menghela napas panjang. ‘Maaf, ya, kita sampai di sini saja.’
Dengan cara semudah itu, gue pun putus dengan Astra. (Hal. 66)
Astra sendiri adalah teman SMP Deska. Yang beberapa waktu sebelumnya bertemu lagi, lantaran si Astra ngeAdd facebooknya. Alasan ia meminta putus pun ada kaitannya dengan Astra. Iyah, begitulah. Dalam dialog tadi mendadak seperti Dika habis putus dengan Astra. Loh, homo?.
Kedua:
Hanya sebatas salah menyebut panggilan. Kesalahan itu bisa dilihat pada bab “Kucing Story”.
‘Nah. Buat teman bermain, Pak,’ kata gue. ‘Karena saya sering kesepian di rumah, jadi bisa ada yang nemenin.’
Mas Laiman menggelengkan sambil terkekeh. ‘Itu, mah, kamu butuh istri.’
(Hal. 90)
(Hal. 90)
:
Labels:
Koala kumal
Thanks for reading Kejanggalan dalam Buku Koala Kumal #ulasan1. Please share...!
0 Comment for "Kejanggalan dalam Buku Koala Kumal #ulasan1"