TRANSLITE KE BAHASA

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Kejanggalan dalam Buku Koala Kumal #ulasan1

Kejanggalan dalam Buku Koala Kumal #ulasan1

Menuntut kesempurnaan sebuah buku dari kesalahan, bukanlah sikap yang dibenarkan. Karena celah kesalahan bisa datang dari berbagai faktor. Seperti salah ketik, ejaan keliru, tata bahasa, dan seterusnya. Sang editor atau penyunting naskah pun memiliki peranan penting. Sehingga, bisa saja ia tidak menemukan kesalahan-kesalahan kecil tersebut. Selain dari faktor ekternal atau catat produksi: terdapat halaman terbalik, tulisan kabur, atau ada bagian halaman tertentu yang hilang.

Jika kalian mengingat postingan di blog saya (Menimang.., red). Diceritakan kalau saya membeli dua buku Koala Kumal selama masa pre-order berlangsung. Salah satu bukunya milik Gita, adek sepupu saya. Apesnya, buku yang dia punya banyak catatnya. Mulai dari adanya lompatan halaman (acak), atau ada yang ngedouble, dan hilang. Hingga akhirnya saya mencoba menghubungi pihak distributor dan Gagas, untuk mengurus proses retur bukunya. Cuman, sampai detik ini email saya belum kunjung ada jawaban.

Oh iyah, mau tanya sekalian, kalau ada sahabat blogger yang tahu bagaimana prosedur ngeretur buku, saya minta tolong diberitahu melalalui kolom komentar di bawah ini. Karena selama membeli buku, satupun saya tidak pernah mendapatkan kasus seperti tadi. Jadi, saya benar-benar tidak punya pengalaman mengurus hal tersebut. Terima kasih sebelumnya.

Ok, tapi itulah bagian dari catat produksi, yang tidak semua buku bernasip sama. Artinya, kesalahan hanya pada proses pencetakannya. Tapi, sebagai salah satu pembaca, saya ingin mengulas ‘kejanggalan-kejanggalan’ yang ada dalam buku ini. langsung saja, saya mulai dari:

Baca sebelumnya: [Resensi Buku] Koala Kumal - Raditya Dika #1
Judul bab:
Menurut saya judul bab “Aku ketemu orang lain”lebih sesuai dengan cerita yang ada di bab terakhirnya, yaitu Koala Kumal. Karena di sana disebutkan Dika sendirilah yang merasa ketemu dengan orang lain –padahal ia mantan pacarnya.

“Menulis buku ini telah mengantarkan gue kepada pertemuan
dengan dia pada saat ini. kami, berhadap-hadapan. Dua orang
yang dulu pernah pacaran, tetapi sekarang gue merasa justeru ber-
hadapan dengan orang asing, orang yang gue tidak kenal lagi.
Rasa yang gue dapatkan dengan berduaan bersamanya
Sekarang pun terasa berbeda.” (Hal. 244)

Klop. Mengingat ini buku dia. Jadi, kesan pertama ketika membaca judulnya, kita pasti sudah mengira orang yang dimaksud ‘aku’ adalah dia sendiri. Sedangkan fakta pada isi bab yang sebenarnya tidak demikian. Jadi, jika kalian akan mengira “Aku” di situ adalah Dika, nyatanya bukan.

‘Ada hal yang harus kamu tahu....’
‘Kamu kenapa, sih, nanti aku beneran deg-degan, loh,’ kata gue yang sekarang sudah terlanjur deg-degan.
Aku ketemu orang lain,’ kata pacar. (Hal. 230)

Judul bab inilah yang agak mengganjal dalam benak saya. Atau barangkali karena saya salah menduga endingnya atau seolah Dika yang bertemu dengan orang lain. Padahal pacarnya lah yang dimaksud di situ.

Perlu diketahui, cewek yang Dika maksud berbeda dengan cewek yang di bab “Aku ketemu orang lain”. Karena mantan yang di bab itu sudah menikah. Sedangkan dialog pertama tadi menyangkut cewek lain (mantan) yang pernah dibahas pada bab sebelumnya.

Bukannya Dika memanggil diri dengan sebutan “gue”, Cho, bukan “aku”?Jadi wajar dong, kalau itu menunjukkan orang lain, bukan dia. Keduanya benar, tapi coba kita tengok bab pertama “Ada Jangwe di Kepalaku. Di sana menggunakan sebutan “ku”. Padahal dalam dialognya dia menyebut diri seperti biasanya, yakni “gue”.

‘Panas! Panas’ seru gue, sambil mengusap-usap kepala
dengan panik. ‘Ada jangwe di kepala gue!’ (Hal. 23)

Ok, mungkin karena dikhususkan sebagai nama judul, jadi lebih dipilih “ku”, bukan “gue”. Dan judul “Aku ketemu orang lain” masih sah-sah saja. Siapa tahu itulah kejutan di balik bab ini.

Masih menyoal judul bab-babnya. Menurut saya judul bab dalam buku ini terlalu datar. Sehingga ketika pertama membaca judulnya, kita tidak begitu dibuat penasaran. Beda dengan buku sebelumnya, seperti: Sepotong Hati dalam Kardus Cokelat, Terlentang Melihat BintangTarian Musim Kawin,Ledakan Paling Merdu, Pesan Moral dari Sepiring Makanan, dan seterusnya. Lebih cute dan lebih bikin penasaran, bukan?. Cuman, ada dua judul yang ngebuat saya penasaran –eh, ini faktor pribadi loh :D.

Pertama:
“Ada Jangwe di Kepakaku”. Saya tidak ngerti apa itu Jangwe?, *gedubrak. Dika pun (dalam cerita) awalnya tidak mengerti. Ternyata Jangwe sejenis petasan. Owalah, kalau di daerah saya, Sumenep, itu disebutnya Sreng Dor (Dor, karena setelah terbang, kemudian diikuti bunyi ledakan “Dor”).

“Petasan berbentu lonjong tersebut berukuran kecil,
hanya sebesar tiga buku jari. Ada sumbu pendek berwarna
hijau di ujung bawah dan di punggung petasan me-
nempel lidi yang dicat merah.” (Hal. 13)

Kedua:
akronim “LB” atau judul pada bab keenam. Setelah membacanya saya mulai mengerti, alasan kenapa Dika membuat judul tersebut menjadi singkatan dua huruf saja. Iyah, kalau diketahu dari awal, mungkin ceritanya tidak lagi seru dan bikin penasaran.

Salah ketik:
Nah, kesalahan selanjutnya karena salah ketik. Sebenarnya tidak ada kesalahan ketik (typo), bukan hal yang serius juga. Cuma dalam kasus ini mengakibatkan penafsiran yang berbeda.
Pertama:
ditemui dari dialog yang ada di bab “Balada Lelaki Tomboi”, obrolan yang mestinya empat mata antara Deska dan Dika, di sana tiba-tiba malah (seolah) Astra ikut bicara. Tak tanggung-tanggung, dua kali nama Astra disebut di tempat yang salah.
Klik untuk memperjelas. Berikut salinannya
Deska bilang, ‘Aku mau putus.’.
‘Kenapa putus?’ tanya gue.
Astra menghela napas panjang. ‘Maaf, ya, kita sampai di sini saja.’
Dengan cara semudah itu, gue pun putus dengan Astra. (Hal. 66)

Astra sendiri adalah teman SMP Deska. Yang beberapa waktu sebelumnya bertemu lagi, lantaran si Astra ngeAdd facebooknya. Alasan ia meminta putus pun ada kaitannya dengan Astra. Iyah, begitulah. Dalam dialog tadi mendadak seperti Dika habis putus dengan Astra. Loh, homo?.

Kedua:
Hanya sebatas salah menyebut panggilan. Kesalahan itu bisa dilihat pada bab “Kucing Story”.

‘Nah. Buat teman bermain, Pak,’ kata gue. ‘Karena saya sering kesepian di rumah, jadi bisa ada yang nemenin.’
Mas Laiman menggelengkan sambil terkekeh. ‘Itu, mah, kamu butuh istri.’
(Hal. 90)
(Perhatikan gambari di atas)
Kesalahan panggilan mas hanya terjadi sekali saja. Sebelum dan setelahnya tetap Pak, Pak, Pak, dan Pak. Begitulah Dika memanggil beliau –salah satu pemilik peternakan kucing yang saat itu dia datangi pertama kali. Karena usia beliau terpaut jauh darinya.

“Pak Laiman orangnya kurus, rambutnya sudah mulai
agak putih. Dia memakai kemeja biru dengan ikat pinggang
coklat. Ketika berjalan, dia agak sedikit membungkuk.” (Hal. 89)

Sedangkan 'saya'?, karena dia sedang berbicara dengan beliau, yang notabenelebih berumur.

Ilustrasi Komik:
Berikutnya kesalahan pada ilustrasi komik yang terdapat pada bab pertama “Ada Jangwe di Kepalaku”. Tidak sesuainya isi dialog dengan ilustrasi komik itu sendiri. Dialog ini pun yang menjadi sinopsis buku Koala Kumal. Perhatikan dialog di bawah ini:

***
Selain main perang-perangan, gue, Dodo, dan Bahri juga suka berjemur di atas mobil tua warna merah yang sering diparkir di pinggir sungai samping kompleks. Formasinya selalu sama: Bahri dan gue tiduran di atap mobilsedangkan Dodo, seperti biasa, agak terbuang, di atas bagasi. Kadang kami tiduran selama setengah jam. Kadang, kalau cuaca lagi sangat terik, bisa sampai dua jam. Kalau cuacanya lagi sejuk dan tidak terlalu terik, kami biasanya sama-sama menatap ke arah matahari, memandangi langit sambil tiduran. Kalau sudah begini, Bahri menaruh kedua tangannya di belakang kepala, sambil tiduran dia berkata,
‘Rasanya kayak di Miami, ya?’
‘Iya,’ jawab gue.
‘Iya,’ jawab Dodo.
Kami bertiga gak ada yang pernah ke Miami. (Hal. 10)
***

Lalu, coba kita bandingkan dengan ilustrasinya di bawah ini:
Sudah menemukan letak kesalahan yang saya maksud?
Iyah, betul: formasi Bahri dengan Dodo terbalik. Mestinya yang berada di atas bagasi adalah Dodo. Tapi dalam komik pertama malah dia yang berkata: ‘Rasanya kayak di Miami, ya?’ (mestinya si Bahri). Jadi, posisi Bahri yang bertanya (mestinya di atas bagasi), dia justeru berada di samping Dika, yang berarti dalam komik itu ia menjawab “Iya,” (gambar ke dua –mestinya si Dodo).

Entahlah, siapa yang mesti bertanggungjawab. Apakah Dika selaku penulisnya yang gagal mengintruksikan atau kah si ilustrator komiknya yang salah menafsirkan?. Atau barangkali editornya juga tidak sadar?. Biarlah mereka yang punya jawabannya.

Sekarang pertanyaannya menjadi begini: mana yang perlu diperbaiki di antara keduanya?, apakah dialognya?, ataukah ilustrasi komiknya?. Imbang. Jika kita berandai ingin memperbaiki bagian yang lebih sedikit salahnya. Tapi sayangnya sama-sama kuat. Jadi, saya sekaligus ingin meralat pernyataan mengenai: formasi Bahri dengan Dodo terbalik.

Pertama:
Kalau acuannya pada dialognya. Maka, ilustrasi komiknya yang paling keliru. Mengingat dialog itu yang menghiasi sampul belakang buku Koala Kumal (sinopsisnya). Cukup sekali perbaikian. Tapi tunggu dulu, coba baca penjelasan berikut:

“Bahri lebih hitam dan kurus daripada Dodo. Rambut Bahri belah
tengah rapi, yang dia sisir dengan begitu hati-hati hingga terlihat jelas
satu garis sempurna membelah kepalanya jadi dua. Rambut Dodo
cepak seperti tentara. Dia lebih senang memakai kaus
kebesaran, hasil hibah kakaknya." (Hal. 6)

Kedua:
Berdasarkan ciri-ciri fisik di atas. Maka, letak formasi posisi mereka benar. Karena yang di atas bagasi berciri-ciri seperti Bahri. Sedangkan yang di dekat anak berkacamata (Dika), ciri-ciri fisiknya si Dodo.

Jadi, bingung, kan?, silahkan dengan bebas kalian terjemahkan sendiri.
***

Itulah kejanggalan dalam buku Koala Kumal, yang saya temui. Mungkin ada ulasan yang berlebihan ‘diangkat’ dan terlalu subjektif. Maaf. Tapi, setidaknya ini menurut kaca mata saya pribadi. Jadi, sekali lagi mohon maaf apabila keliru. *dilempari petasan jangwe sama bang Dika

Namun, dari beberapa kejanggalan tadi, bagi saya (juga) tidak masalah. Toh, kesalahan yang lumrah terjadi dan manusiawi. Karena, kejanggalan tadi masih tertutupi oleh isi yang ada dalam bukunya. Sehingga kejanggalan-kejanggalan yang ada tidak begitu terasa, sama sekali. Jika cukup diam membaca dan menikmatinya. Karena, masih bisa dipahami maksud yang sebenarnya.

Pada akhirnya buku ini tetap terasa spesial. Bahkan, jika saya simpulkan cepat: inilah karya terbaik dari seorang Raditya Dika. Dia menghadirkan sesuatu yang berbeda dalam bukunya kali ini. Apa itu?, temukan dalam ulasan selanjutnya: Koala Kumal: buku komedi dengan hati #ulasan2. Atau baca

:


Labels: Koala kumal

Thanks for reading Kejanggalan dalam Buku Koala Kumal #ulasan1. Please share...!

0 Comment for "Kejanggalan dalam Buku Koala Kumal #ulasan1"

Back To Top